Rabu, 29 Desember 2010

DAKWAH

Berdakwahlah! Anda Akan Mulia

Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah swt dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad’u) yang kita dakwahi beriman kepada Allah swt dan mengingkari thaghut (semua yang diabdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:

1. Dakwah adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul alaihimussalam)

Para rasul alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah swt. untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah saw. dan saudara-saudara beliau para nabi & rasul alaihimussalam.

Katakanlah (Hai Muhammad): “Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf (12): 108).

Ayat di atas menjelaskan jalan Rasulullah saw. dan para pengikut beliau adalah jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi pengikut beliau saw. ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing.

2. Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang Terbaik)

Dakwah adalah amal yang terbaik, karena da’wah memelihara amal Islami di dalam pribadi dan masyarakat. Membangun potensi dan memelihara amal sholeh adalah amal da’wah, sehingga da’wah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa da’wah ini maka amal sholeh tidak akan berlangsung.

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fushilat (41): 33).

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: Allah swt menyeru manusia: “Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 21/468).
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul alaihimussalam.

Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan:

« يَا عَلِيُّ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ عَلَى يَدَيْكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ » (رواه الحاكم في المستدرك

“Wahai Ali, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ)) (رواه الترمذي عن أبي أمامة الباهلي.

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi
banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).

Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan:

عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ

“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”

Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya tetapi juga karena terus menerusnya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah wafat.

Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّـئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)) (رواه مسلم عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه.

Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).




Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan

  Pendahuluan
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan.  Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal.  Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).  Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori.  Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai.  Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa-apa yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal.  Untuk itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan.  Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.  Dalam makalah ini akan lebih ditekankan pada bagaimana melakukan pengolahan dan penanganan bahan pangan yang baik agar tujuan yang diinginkan yaitu bahan dan produk pangan bernilai gizi tinggi dan aman dapat tercapai (akan disampaikan pada bagian kedua dari makalah ini).  Jika kita berbicara pengolahan pangan maka sebenarnya kita berbicara suatu proses yang terlibat dari mulai penanganan bahan pangan setelah bahan pangan tersebut dipanen (nabati) atau disembelih (hewani) atau ditangkap (ikan) sampai kepada usaha-usaha pengawetan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk jadi serta penyimpanannya.  Disamping itu, dimaksudkan pula pengolahan yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu di dapur dalam menyiapkan masakan yang siap untuk dihidangkan. Pemahaman yang benar dalam pengolahan makanan sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu agar makanan yang disiapkannya aman dikonsumsi dan tidak banyak berkurang gizinya.
Perubahan Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan 

Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya.  Beberapa reaksi penting dan contoh dimana terjadinya reaksi tersebut disajikan pada Tabel 1.  Masing-masing jenis reaksi dapat melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda, tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan penyimpanan.  Perlu diingat bahwa komposisi bahan pangan secara umum sama, terutama terdiri dari lipid, karbohidrat dan protein, dengan demikian banyak reaksireaksi umum yang sama.  Disamping itu, banyak reaktan untuk suatu reaksi terdapat pada sebagian besar bahan pangan.  Sebagai contoh, reaksi pencoklatan nonenzimatis (reaksi Maillard) melibatkan senyawa karbonil yang dapat berasal baik dari gula pereduksi atau hasil oksidasi asam askorbat, hidrolisis pati dan oksidasi lipid.  Oksidasi dapat melibatkan lipid, protein, vitamin, pigmen, dan lebih spesifik lagi oksidasi melibatkan triasilgliserida yang umum terdapat pada bahan pangan atau fosfolipid yang ada di sebagian bahan pangan.

Tabel 1:   Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan keamanan bahan pangan


Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Protein

Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuan-perlakuan lainnya.  Dari semua proses ini, pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari. Oleh karena itu pembahasan akan dititikberatkan pada pengaruh pemanasan pada sifat kimia dan nilai gizi protein, khususnya pada pemanasan yang moderat. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.  Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil. Beberapa reaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi.  Penstabil seperti polifosfat dan sitrat akan mengikat Ca2+, dan ini akan meningkatkan stabilitas panas protein whey pada pH netral.  Laktosa yang terdapat pada whey pada konsentrasi yang cukup dapat melindungi protein dari denaturasi selama pengeringan semprot (spray drying).  Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-900C) selama satu jam atau kurang. 
Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner.  Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini.  Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya.
Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya.  Pemanasan yang moderat dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik.  Disamping itu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan hidrolotik lainnya.  Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off-flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan.  Sebagai contoh, kacang-kacangan kaya enzim lipoksigenase.  Selama penghancuran bahan, untuk mengisolasi protein atau lipidnya, dengan adanya oksigen enzim ini bekerja sehingga dihasilkan senyawa hasil oksidasi lipid yang menyebabkan off-flavour.  Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran.  Sebagai tambahan, perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor aninutrisi seperti enzim antitripsin dan lektin.
 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Asam Amino  

Pada pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi, protein akan mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan ini termasuk rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel, dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik.  Pengolahan panas pada pH alkali seperti pada pembuatan texturized foods dapat mengakibatkan rasemisasi parsial dari residu L-asam amino menjadi D-asam amino. Laju rasemisasi residu dipengaruhi oleh daya penarikan elektron dari sisi samping. Dengan demikian, residu seperti Asp, Ser, Cys, Glu, Phe, Asn, dan Thr akan terasemisasi lebih cepat dari residu asam amino lainnya.Laju rasemisasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidroksil, tetapi tidak tergantung pada konsentrasi protein itu sendiri. Sebagai tambahan, karbanion yang terbentuk pada suhu alkali dapat mengalami reaksi ß -eliminasi menghasilkan dehidroalanin.  Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial. Pemanasan protein pada pH alkali dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Arg, Ser, Thr dan Lys.  Arg terdekomposisi menjadi ornithine.  Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 2000C, seperti yang terjadi pada permukaan bahan pangan yang mengalami pemanggangan, broiling, grilling, residu asam aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis.  Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik.  Yang paling bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu.  Satu kelas komponen yaitu imodazo quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi kreatinin, gula dan beberapa asam amino tertentu seperti Gly, Thr, Al dan Lys, komponen ini juga toksik.  Senyawa-senyawa toksik ini akan jauh berkurang apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan waktu yang lebih pendek). 
Cross-Linking
Beberapa protein pangan mengandung cross-link intra- dan antarmolekul, contohnya adalah ikatan disulfida pada protein globular, di- dan trityrosine type cross-link pada protein serat seperti keratin, elastin dan kolagen.  Salah satu fungsi cross-link pada protein alami adalah supaya tidak mudah dipecah oleh proteolisis.  Pengolahan pangan, khususnya pada pH alkali, dapat menyebabkan pembentukan cross-link pada protein.  Pembentukan ikatan kovalen antara rantai polipeptida ini dapat menurunkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya, khususnya yang melibatkan asam amino esensial. Lisinoalanin adalah cross-link utama yang umum ditemukan pada protein yang diperlakukan pada kondisi alkali, hal ini terjadi karena ketersediaan residu lisil yang banyak terdapat dalam bahan pangan.  Pada kondisi pengolahan yang normal, pembentukan lisinoalanin hanya sedikit, jadi tidak terlalu merugikan. Kadar lisinoalanin pada berbagai bahan pangan disajikan pada Tabel 2.
 
Oksidasi  
Keberadaan senyawa pengoksidasi dalam bahan pangan dapat berasal dari aditif seperti hidrogen peroksida dan benzoil peroksida yang ditambahkan sebagai bakterisidal pada susu atau pemutih pada tepung, dapat pula berasal dari radikal bebas yang terbentuk selama pengolahan (peroksidasi lipid, fotooksidasi riboflavin, reaksi Maillard). Selain itu, polifenol yang banyak terdapat pada bahan yang berasal dari tanaman dapat dioksidasi oleh oksigen pada pH netral atau alkali membentuk quinon sehingga terbentuk peroksida. Senyawa-senyawa pengoksidasi ini dapat menyebabkan oksidasi beberapa residu asam amino dan menyebabkan polimerisasi protein.  Residu asam amino yang rentan terhadap reaksi oksidasi adalah Met, Cys/cystine, Trp dan His, dan yang agak rentan yaitu Tyr. Oksidasi lipid tidak jenuh menghasilkan radikal alkoksi dan peroksi.  Radikal-radikal yang terbentuk ini dapat bereaksi dengan protein, membentuk radikal bebas lipidprotein. Radikal bebas lipid-protein terkonyugasi ini selanjutnya dapat mengalami polimerisasi cross-linking protein.  Sebagai tambahan, radikal bebas lipid dapat menginduksi pembentukan radikal bebas pada rantai samping sistein dan histidin yang kemudian akan mengalami reaksi cross-linking dan polimerisasi. Peroksida lipid dalam bahan pangan akan terdekomposisi menghasilkan aldehid, keton dan khususnya malonaldehid.  Senyawa-senyawa karbonil ini akan bereaksi dengan gugus amino protein melalui reaksi amino-karbonil dan pembentukan basa Schiff. Reaksi malonaldehid dengan rantai samping lisil akan mengakibatkan crosslinking dan polimerisasi protein. Reaksi ini berakibat pada turunnya nilai gizi protein dan dapat menimbulkan off-flavour.  
Reaksi Dengan Nitrit  
Reaksi nitrit dengan amin sekunder, dan pada beberapa kasus dengan amin primer dan tersier, dapat membentuk N-nitrosoamin, senyawa yang bersifat karsinogenik.  Nitrit biasanya ditambahkan pada produk daging untuk mempertahankan warna dan mencegah pertumbuhan bakteri.  Asam amino (atau residu) yang terlibat dalam reaksi ini terutama Pro, His, Trp.  Arg dan Cys juga dapat bereaksi dengan nitrit.  Reaksi ini terutama terjadi pada suasana asam dan suhu tinggi.  Amin sekunder yang dihasilkan dari reaksi Maillard, seperti produk Amadori dan Heyns, juga dapat bereaksi dengan nitrit. Pembentukan N-nitrosoamin pada pemasakan, grilling dan broiling daging telah menjadi perhatian karena dampaknya yang dapat menghasilkan senyawa karsinogenik.  Usaha untuk mengurangi pembentukan senyawa karsinogenik ini dapat dilakukan dengan penambahan aditif lain seperti asam askorbat dan eritorbat.  
Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Karbohidrat
Perubahan kimia karbohidrat biasanya didiskusikan menjadi dua bagian, bagian pertama adalah perubahan karbohidratnya itu sendiri tanpa adanya senyawa lain, sedangkan pada bagian kedua perubahan karbohidrat sebagai interaksinya dengan senyawa amino (reaksi Maillard).  Karbohidrat terdiri dari monosakarida (terdiri dari satu unit gula), disakarida (dua unit gula), oligosakarida (beberapa unit gula) dan polisakarida.  Monosakarida cukup stabil pada kisaran pH 3 – 7.  Akan tetapi, diluar pH tersebut, tergantung kondisi lainnya juga, dapat terjadi perubahan yang ekstensif.  Enolisasi yang diikuti dengan eliminasi molekul air adalah reaksi yang dominan yang terjadi pada suasana asam.  Pada suasana basa, dapat pula terjadi enolisasi, bahkan dapat terjadi fragmentasi molekul gula yang diikuti dengan reaksi sekunder.  Reaksi ini akan menjadi lebih cepat dengan adanya pemanasan dan dengan semakin tingginya suhu pemanasan.  Pada kondisi basa, khususnya bila disertai dengan pemanasan, molekul gula mudah mengalami fragmentasi (pemutusan ikatan karbon-karbon) melalui reaksi retroaldol menghasilkan berbagai senyawa karbonil yang reaktif.  Hasil reaksi ini disamping senyawa senyawa volatil yang berperan dalam flavor juga senyawa berwarna coklat.  Dari segi gizi reaksi yang terjadi pada gula, khususnya selama pemanasan akan mengurangi ketersediaan gula sehingga nilai kalori bahan pangan menjadi menurun. Disamping itu, walaupun masih kontroversial, senyawa berwarna coklat yang terbentuk yang merupakan suatu polimer, dikhawatirkan memberi dampak kesehatan yang kurang baik.  Tidak seperti monosakarida, pemanasan polisakarida seperti pati, khususnya dalam media yang banyak air justru menguntungkan karena pati akan terhidrolisa menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, oligo-, di- atau monosakarida sehingga pati yang terhidrolisa tersebut menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh.  Karamel yang sering digunakan di industri maupun rumah tangga diperoleh dengan cara mencairkan gula atau sirup gula dengan pemanasan menggunakan katalis asam atau basa (ada pula yang menggunakan amonia).  Reaksi-reaksi yang terjadi sebetulnya sama saja dengan yang telah dibicarakan sebelum ini, sehingga reaksi pemanasan gula tanpa adanya senyawa amino disebut reaksi karamelisasi.   
Reaksi Gula Dengan Senyawa Amino (Reaksi Maillard)  

Pada dasarnya reaksi Maillard terdiri dari reaksi-reaksi yang sangat kompleks yang saling berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan proses.  Pada dasarnya, reaksi Maillard dibagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap awal, intermediet dan akhir. Tahap pertama melibatkan pembentukan ARP melalui glikosilamin Ntersubstitusi, dan merupakan tahap reaksi kimia yang telah diketahui dengan sangat baik, dimana pada tahap ini belum terjadi pembentukan warna coklat. Tahap kedua melibatkan dekomposisi ARP sehingga terbentuk senyawa-senyawa volatil dan nonvolatil berberat molekul rendah.  Tahap ketiga melibatkan pembentukan glikosilamin N-tersubstitusi dan penyusunan kembali(rearrangement) struktur glikosilamin yang terbentuk. Pada tahap intermediet terjadi dehidrasi, dengan melepaskan 3 molekul air membentuk furfural, atau melepaskan 2 molekul air membentuk redukton; terjadi fisi, terutama dengan cara retroaldolisasi; dan terjadi degradasi Strecker, yang melibatkan interaksi alfa asam amino dengan senyawa dikarbonil, baik dehidroredukton maupun produk-produk fisi.  Tahap akhir terdiri dari konversi senyawa karbonil, furfural, produk-produk fisi, dehidroredukton atau aldehida Strecker menjadi produk berberat molekul tinggi (melanoidin) melalui interaksinya dengan senyawa amin.  Jika reaksi Maillard terjadi pada suatu bahan pangan maka bahan pangan tersebut kemungkinan akan menurun nilai gizinya.  Hal ini dapat terjadi karena asam amino bebas esensial dan residu asam amino, khususnya lisin, berpartisipasi dalam reaksi Maillard tersebut. 
Walaupun demikian, reaksi Maillard bukanlah masalah yang serius dalam penurunan nilai gizi bahan pangan, kecuali pada beberapa jenis produk pangan seperti makanan bayi.  Semua asam amino dapat berpartisipasi dalam reaksi Maillard karena mereka memiliki gugus amino bebas.  Akan tetapi, kebanyakan asam amino dalam bahan pangan ada dalam bentuk terikat pada rantai peptida dan hanya gugus alfa amino terminal atau gugus amino yang terdapat pada rantai samping yang dapat bereaksi dengan gugus karbonil (umumnya gugus karbonil yang ada pada gula pereduksi). Walaupun demikian, jelas reaksi Maillard dapat mempengaruhi ketersediaan biologis protein (bioavailability) protein karena residu asam amino pembatas yang ada pada peptida seperti residu lys, arg dan his akan bereaksi dengan gula pereduksi membentuk produk Amadori.  Telah diketahui bahwa produk Amadori dari lisin baik yang lisin bebas maupun yang terikat pada peptida ternyata 70 persennya tidak diserap oleh bayi sehingga tidak bioavailable.
Perhatian tinggi harus dilakukan pada waktu membuat makanan formula bayi yang biasanya berbahan dasar susu.  Makanan ini biasanya kaya akan lisin dan gula pereduksi laktosa.  Jika pengolahan yang dilakukan tidak dikontrol dengan baik maka sejumlah residu lisin akan menjadi tidak tersedia (tidak bioavailable) karena telah bereaksi dengan laktosa, akibatnya Protein Efficiency ratio (PER) makanan bayi tersebut menjadi menurun.  Ketersediaan biologis protein juga dipengaruhi oleh reaksi crosslinking dimana molekul kecil seperti glioksal dan metilglioksal terlibat.  Reaksi ini mengakibatkan protein menjadi tidak dapat dicerna.  Reaksi Maillard juga dapat menghasilkan senyawa toksik seperti sudah dibahas sebelumnya, senyawa tersebut adalah senyawa yang termasuk kedalam kelompok amin heterosiklik yang dikenal dengan nama imodazaquinolin (IQ) dan imidazaquinoxalin (IQx).  Piridin atau pirazin hasil reaksi Maillard bereaksi dengan aldehida dan kreatin untuk membentuk IQ dan IQx.  Senyawa IQ dan IQx telah teridentifikasi pada daging sapi panggang, daging ayam panggang, daging sapi goreng dan ikan sardin panggang.  Kadar senyawa ini menurun dengan menurunnya suhu pemanasan.  Daging dan ikan yang dipanaskan (dimasak dengan pemanasan) dapat mengandung amin heterosiklik pada kadar ppb (part per billion).  Akan tetapi, baru pada kadar ppm (part per million) per kg berat badan amin heterosiklik mampu memicu terbentuknya tumor pada tikus dan monyet, suatu kadar yang jauh lebih tinggi dari kadar amin heterosiklik yang terdapat pada bahan pangan. 




Perubahan Kimia dan Gizi Lipid 
Lipid merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain karbohidrat dan protein.  Oleh karena itu peranan lipid dalam menentukan karakteristik bahan pangan cukup besar.  Reaksi yang umum terjadi pada lipid selama pengolahan meliputi hidrolisis, oksidasi dan pirolisis. Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga proses dasar yaitu :

lemak tidak jenuh atau ester dengan atom H pada atom karbon alilik, radikal alkil, radikal alkosi, radikal peroksi, hidroperoksida dan logam transisi. Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya).  Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian reaksi autoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas.  Karena laju reaksi antara radikal alkil dengan oksigen cepat, maka kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksi. Akibatnya, reaksi terminasi utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksi. Laju oksidasi meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1) dan asam linoleat (18:3) dioksidasi 20-30 kali lebih cepat daripada asam oleat.
Hidroperoksida dapat terbentuk pada berbagai posisi dimana ikatan rangkap berada, sebagai contoh pada asam oleat terdapat 4 hidroperoksida yang dibedakan atas posisi peroksida yaitu dapat pada posisi 8, 9, 10 atau 11.  Semakin banyak ikatan rangkap asam lemak, maka semakin banyak pula kemungkinan posisi hidroperoksida yang terbentuk.  Hal ini berarti akan semakin banyak jenis produk degradasi asam lemak yang bersangkutan seperti akan dijelaskan di bawah ini. Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa flavor dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida melibatkan pemutusan gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkosi dan radikal hidroksi.
Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil atau vinil. Berbagai kelas komponen dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat,alkohol dan heterosiklik. Oksidasi lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna dan tersedia sebagai sumber energi juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal.  Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap kedalam tubuh kemudian dapat memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh.  Senyawa radikal dalam tubuh dipercaya berperan dalam menentukan proses penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (CHD, coronary heart disease). 


Stabilitas Vitamin 

Sebagian vitamin rusak selama pengolahan karena mereka sensitif terhadap pH, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasi dari faktor-faktor ini.   Vitamin A stabil pada kondisi atmosfir yang inert akan tetapi secara cepat rusak pada pemanasan bersamaan dengan tersedianya oksigen, khususnya pada suhu tinggi. Vitamin A juga dapat seluruhnya rusak jika dioksidasi atau didehidrogenasi, selain itu juga sensitif terhadap sinar UV.
 Vitamin C cukup stabil pada larutan asam, tapi rusak oleh cahaya dan kerusakan ini diperparah pada kondisi alkali (basa), adanya oksigen, tembaga dan besi. Biotin relatif stabil terhadap pemanasan, adanya oksigen dan cahaya.  Sebanyak 50% biotin baru dapat rusak setelah biotin direbus selama 6 jam dalam larutan HCl 30% atau 17 jam dalam larutan KOH.  Akan tetapi biotin dapat diinaktivasi oleh senyawa kimia yang dapat mengoksidasi atom sulfur dan oleh asam dan basa kuat.
Vitamin D relatif stabil terhadap panas, asam dan oksigen. Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut dimana vitamin ini dilarutkan, tetapi vitamin D stabil jika disimpan dalam bentuk kristal dan dalam wadah botol gelas berwarna amber (kecoklatan).  Walaupun demikian, vitamin D secara perlahan akan rusak jika berada dalam bahan pangan yang alkali khususnya jika bahan pangan tersebut terkena cahaya dan kontak dengan udara.
Asam folat stabil pada pemanasan pada suhu didih air pH 8 selama 30 menit, akan tetapi mengalami kerusakan yang cukup besar jika dipanaskan pada suhu otoklaf (suhu sterilisasi) pada kondisi asam atau alkali.  Kerusakan ini dipercepat oleh adanya oksigen dan cahaya.
Kelompok vitamin B yang lain yaitu niasin umumnya stabil terhadap udara, cahaya panas, asam dan alkali.  Asam pantotenat paling stabil pada kisaran pH 5.5 – 7.0, akan tetapi secara cepat terhidrolisa pada kondisi asam atau basa yang lebih kuat, selain itu juga labil terhadap panas kering, pemanasan pada kondisi asam dan basa. 
Vitamin B-12 stabil pada pemanasan dalam media netral dan dalam bentuk yang murni, akan tetapi jika vitamin B-12 ada dalam bahan pangan yang relatif asam atau basa pemanasan dapat merusak vitamin ini. Kelompok vitamin B-6 terdiri dari piridoksin, piridoksal dan piridoksamin.  Piridoksin stabil terhadap panas, alkali atau asam kuat, tapi sensitif terhadap cahaya, khususnya cahaya UV.  Piridoksal dan piridoksamin cepat rusak oleh adanya udara, cahaya dan oleh panas.  Piridoksamin khususnya sensitif selama pengolahan pangan. Riboflavin sangat sensitif terhadap cahaya, dan laju kerusakannya meingkat dengan meningkatnya pH dan suhu. 
Riboflavin yang ada pada susu cepat mengalami kerusakan jika dikenai cahaya dimana 50% riboflavin rusak jika susu dikenai cahaya secara langsung selama 2 jam, kemudian turunan riboflavin yang terbentuk yang disebut lumiflavin dapat merusak vitamin C yang ada pada susu.  Riboflavin stabil pada medium asam.
Tiamin cukup tahan jika dipanaskan pada suhu didih air pada suasana asam selama beberapa jam.  Akan tetapi, tiamin hampir rusak seluruhnya jika dipanaskan pada suhu didih air pada pH 9 selama 20 menit.  Tiamin juga tidak stabil terhadap udara, khususnya pada pH tinggi, dan dapat rusak pada pemanasan otoklaf (sterilisasi), oleh adanya sulfit dan kondisi alkali.
Tokoferol stabil jika dipanaskan pada suasana asam tapi tidak ada oksigen, selain itu juga stabil terhadap cahaya tampak.  Tokoferol tidak stabil jika ada oksigen, suasana alkali, adanya garam feri dan oleh adanya cahaya UV.  Sebagian besar tokoferol rusak pada oksidasi minyak dan pada deep fat frying.
Vitamin K stabil terhadap panas dan pereduksi, akan tetapi labil terhadap oksidator, asam kuat dan cahaya.